Akhir dari salah satu artikel saya mengemukaan bahwa
Indonesia memang masih sangat rentan terhadap faktor eksternal, kenapa?
Sebenanya sih simple ,, karena dalam perkembangannya, kebutuhan pendanaan dari
Pemerintah maupun Swasta masih terlalu bergantung terhadap pendanaan luar
negeri.
Meihat data diatas harusnya sedikit membuat kita,
kenapa? Karena pendanaan yang berasal dari luar Negeri harus dikembalikan
dengan mata uangnya sendiri, misalnya kita meminjam dolar, dan harus
dikembalikan dengan dolar juga, trus plus bunganya lagi, memang sih, saat ini
bunganya masih belum terlalu membebani perekonomian Negara ini, karena bunga di
luar negeri masih sangat murah jika dibandingkan dengan bunga dalam negeri, bayangkan saja, saat ini jika
kita meminjam uang di amerika serikat, kita hanya membayar bunga per tahunnya
di kisaran 1 – 2 %, dibandingkan dalam negeri yang harus membayar bunga minimal
10% per Tahunnya, karena itu Pemerintah maupun swasta masih banyak yang mengambil
keputusan pendanaan dari luar, implikasinya ya kebutuhan dolar akan semakin
meninggi.
Kita sudah merasakan sedikit goncangan ketika pada tahun
2013 kemarin, waktu QE AS dihentikan, dan dana asing pun sontak keluar hampir
berbarengan, dan akibatnya IHSG lonsor hingga mencapai 3900 an, bisa dibilang
krisis mini sih, taoi akibat jangka panjangnya yang tanpa disadari banyak
kalangan adalah rupiah yang melemah signifikan, dari 9000 an, menuju 12000 an.
Dampaknya didalam negeri memang tidak begitu terasa, karena
dibarengi dengan kenaikan harga bbm, sehingga kenaikan harga bbm lah yang
menjadi kambing hitam inflasi tinggi di tahun 2013 kemarin, sebenarnya sih ada
juga andil melemahnya nilai tukar rupiah, tetapi tidak begitu berarti sih,
karena yang bayak merasakan ya para Importir.
Kembali ke permasalahan hutang, kalo paman Sam menaikkan bunganya ke 1 - 2% aja,
pembayaran bunga akan membengkak 2 kali lipat, kebutuhan dolar pun akan
meningkat, dan akan melemahkan rupiah lagi, belum lagi optimisme investor asing
terhadap bapak Jokowi akan melemah, karena banyak yang mulai menyadari kalo
bapak Jokowi dengan ide pembaharuannya tetap tidak bisa berkutik banyak, karena
Bapak Jokowi bagaikan wayang yang sedang dimainkan oleh dalang, dalangnya tentu
para tim koalisinya.
Melemahnya nilai tukar memang bisa di tahan dengan cadangan
devisa yang masih cukup tinggi, tetapi mau sampai kapan? Kalo tebakan saya benar sih, nanti rupiah akan menemukan ekuilibrium baru lagi, entah di 13000 entah di
14000, terserah bapah Agus Marto dan pak Bambang Lah, , , mau naroh nilai
keseimbangannya dimana, Haha , , (saya
sih optimis kalo tahun ini ekonomi Indonesia akan sedikit goncang)
Menemukan Ekuilibrium Baru
Para ahli keuangan memang berucap bahwa rupiah telah
menemukan ekuilibrium baru atau bahasa mudahnya ya keseimbangan baru, tapi
kenapa keseimbangannya harus melemah?
Itu berarti kekuatan mata uang kita dimata dunia berkurang, karena
mereka memandang GDP kita dengan Dolar,
Impor migas memang selalu menjadi alasan yang mengakibatkan defisit neraca
berjalan, karena impor selalu mengalahkan laju ekspor, tapi katanya kalo mata
uang melemah, akan meningkatkan nilai kompetitif komuditas ekspor, tetapi tetap
saja defisit terus berjalan, karena masyarakat Indonesia selalu berpikir bahwa
barang luar negeri lebih baik.
Cintai Produk Dalam Negeri.
Pola pikir yang mencintai produk Indonesia masih banyak
dipegang oleh kalangan menengah kebawah, tetapi kalangan menengah keatas,
pikirannya asing mulu, coba tengok, stagnannya pertumbuhan BATA, jika
dibandingkan ADIDAS atau NIKE, itu
sepatu aja, belum lagi contoh yang lain, selama impor masih tidak dibatasi,
maka rupiah akan terus terbebani, pilihan tinggal berada di tangan pa jokowi,
batasin Impor, atau perkuat Ekspor,, tapi mau ekspor apa ??? Haha. . . TKI
Dibalik itu semua sih harapan penulis di tahun ini kan muncul lagi beberapa kesempatan, biar amunisi ga nganggur,, Haha.. .
Tabung di Saham,
"untuk masa depan yang lebih baik"
*Analisis Pribadi penulis,
*Data dan Gambar www.idx.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar